Wah, nggak bisa ketemu dosen minggu ini deh. Malam ini beliau mau terbang ke Singapura karena jadi pembicara di suatu seminar. Lusa beliau bertolak ke Maroko mau diskusi dengan dosen-dosen lain. Sabtunya beliau mengatakan mau pergi lagi ke Austria, mau memberi konsultasi ke universitas di sana. Duh, gimana skripsiku….

        Sedih ya kalau seandainya kita dalam keadaan seperti itu hehehe. Di era yang sudah sangat maju ini tak heran jika dalam waktu singkat seseorang bisa berada di berbagai daerah berbeda dalam hitungan hari bahkan jam. Nah, sahabat KLINIKA, kali ini kita tidak akan membahas tentang skripsi atau sulitnya bertemu dosen (ups..) tetapi tentang….. Travel Medicine!!! Apa itu?

        Travel medicine adalah  disiplin ilmu kedokteran yang fokus pada kondisi kesehatan yang berkaitan dengan suatu proses perjalanan (travelling). Ada dua hal penting yang menjadi dasar dalam travel medicine yaitu promosi kesehatan dan pencegahan penyakit. Beberapa hal yang harus diperhatikan secara khusus untuk menjaga kesehatan sebelum bepergian adalah pengenalan penyakit yang ada pada daerah yang dituju, pendidikan mengenai pencegahan penyakit, perubahan perilaku, imunoprofilaksis, dan kemoprofilaksis (Ikawati, 2010).

        Praktik travel medicine di Indonesia biasanya terdapat di pelabuhan udara maupun laut. Pelayanan travel medicine yang paling ditekankan untuk saat ini adalah pemberian tindakan preventif berupa imunisasi atau vaksinasi sebelum melakukan perjalanan. Vaksinasi yang diberikan terkait dengan penyakit endemik yang ada pada daerah tujuan. Pencegahan berupa vaksinasi sangat dianjurkan kepada siapa saja yang berencana bepergian baik itu berlibur maupun bekerja ke tempat yang jauh dengan waktu yang lama. Idealnya seseorang yang hendak bepergian dianjurkan untuk memeriksakan dirinya ke travel clinic, yaitu klinik yang memberikan pelayanan kedokteran wisata (Triana dkk., 2012).

        Idealnya, konsultasi awal sebelum perjalanan ke luar negeri setidaknya harus enam minggu sebelum keberangkatan pasien untuk memberikan waktu imunisasi dan penilaian Adverse Drug Reaction yang mungkin terjadi. Sejarah pretravel mencakup dokumentasi semua tempat wisata yang akan dikunjungi, musim untuk perjalanan, tujuan kunjungan dan durasi tinggal di tempat wisata, harus menjadi perhatian dasar pretravel. Selain itu, riwayat alergi pasien harus ditinjau lebih lanjut, serta sejarah vaksinasi dan riwayat medis yang pernah diterima pasien, penyakit yang sedang diderita pasien, obat-obatan dan alergi yang akan mempengaruhi indikasi dan kontraindikasi pengobatan. Setiap bagian dari informasi ini akan membantu dalam menentukan risiko dan manfaat vaksin dan obat-obatan yang akan digunakan selama  perjalanan. Semua Informasi harus sedetail mungkin, termasuk terkait “perhentian” di tempat wisata. Sebagai contoh, sebuah wisatawan ke Lima, Peru, mungkin juga akan melakukan perjalanan ke hutan Amazon atau kota-kota ketinggian seperti Cusco, Peru. Kedua lokasi ini memerlukan persiapan lainnya selain yang diperlukan saat berwisata hanya di Lima, Peru. Periode musim dapat mempengaruhi risiko tertular infeksi, karena banyak penyakit menular memiliki siklus yang berhubungan dengan musim hujan atau peningkatan suhu ambien. Durasi perjalanan juga mempengaruhi risiko tertular penyakit tertentu, misalnya, vaksin Ensefalitis Jepang tidak rutin dianjurkan untuk orang yang tinggal kurang dari 30 hari di daerah endemik.

(Dick,1998).

        Di sisi penggunaan obat, yang menjadi perhatian kita sebagai farmasis adalah jadwal minum obat bagi orang yang harus minum obat secara teratur. Jika terdapat perbedaan waktu yang besar antara tempat awal dengan tempat tujuan, maka jadwal minum obat bisa menjadi kacau. Untuk mempertahankan kadar obat dalam keadaan tunak (steady state) dalam darah, obat harus diminum secara teratur dengan selang waktu yang hampir konstan dalam sehari. Jika selang waktu terlalu dekat, bisa jadi kadar obat akan terlalu tinggi dan bisa over dosis, sementara jika selang waktu kepanjangan, mungkin kadar obat menjadi terlalu kecil untuk bisa berefek. Jadi kalau ada kasus serupa, perlu dilakukan pengaturan (adjustment) waktu, dan harus tetap diperhatikan selang waktu minum obat (Ikawati, 2010).

Sumber :

Dick, Lew, M.D, M,P.H, Travel Medicine: Helping Patients Prepare for Trips Abroad http://www.aafp.org/afp/1998/0801/p383.html, diakses pada 15 September 2016.

Ikawati, Zullies, 2010, Cerdas Mengenali Obat, Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Triana, dkk., 2012, http://injeksionline.com/travel-medicine-a-solution-for-a-safe-travelling/, diakses 13 September 2016.


Klinika Farmasi UGM

Klinika merupakan sebuah kelompok studi di Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah Mada yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan.

0 Komentar

Tinggalkan Balasan

Avatar placeholder

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan.